Melihat
kondisi pertanian kita saat ini, 70%
dari total populasi petani yang ada di Indonesia berumur di atas 45 tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang periode 2003-2013
Indonesia telah kehilangan 5 juta petani. Bahkan banyak lulusan pertanian yang
tidak ingin berprofesi sebagai petani karena konon tidak sejahtera sehingga
lebih memilih bekerja di ibukota dengan mendapat gaji berlipat-lipat.
Artinya
jika hal ini dibiarkan begitu saja, bisa jadi krisis pangan dapat terjadi di
masa depan mengingat kebutuhan pangan semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk, sementara produksi semakin berkurang karena banyaknya
alih fungsi lahan serta kurangnya SDM yang terlibat di bidang pertanian.
Pertanian
di Indonesia merupakan salah satu faktor penyumbang Pendapatan Domestik Bruto
(PDB) terbesar bagi negara, pada tahun 2016 saja para petani kita mampu
berkontribusi sebesar 13,45% untuk PDB nasional. Mayoritas petani di Indonesia
memiliki lahan kurang dari 1 hektare yang artinya mereka tergolong sebagai
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Dari
total UMKM yang ada di Indonesia, tercatat 53% berasal dari sektor pertanian,
itupun belum termasuk industri olahan hasil pertanian yang mencapai 20%.
Artinya sektor pertanian merupakan usaha yang padat karya karena mampu menyerap
26,1 juta tenaga kerja di Indonesia.
Apakah
para petani tersebut sudah sejahtera? Jelas belum, karena rata-rata pendapatan
petani di Indonesia di bawah 1 juta rupiah atau di bawah UMK masing-masing
daerah.
Masalahnya
banyak petani saat ini masih mengandalkan tengkulak untuk pemasaran hasil panen
mereka. Biaya produksi juga terhitung mahal karena kebanyakan petani kita saat
ini lebih banyak mengandalkan saprodi ( Sarana Produksi ) pertanian dari luar (
membeli ) misalkan : kebutuhan benih , pestisida yang harus membeli ke toko
pertanian. Petani kita saat ini juga tingkat ketergantungan terhadap pupuk pabrik (
kimia sintetis ) luar biasa, dalam keyakinan mereka jika pupuk pabrik ( kimia sinetis )
tidak di datangkan dan diberikan ketanaman dalam dosis besar dan tidak memakai pestisida sintetis yang harganya mahal maka
kegagalan panen akan terjadi dihari kemudian.
Masalah
lain yang saat ini banyak terjadi adalah terkait pemasaran hasil panen bidang
pertanian, Dalam satu rantai distribusi hasil pertanian
biasanya terdapat 6 - 7 perantara yang dapat menurunkan tingkat keuntungan
petani. Efeknya konsumen juga turut dirugikan karena mereka “dipaksa” untuk
membeli pangan dengan harga mahal akan tetapi tidak disertai dengan kualitas
pangan yang tidak segar akibat lamanya waktu distribusi pangan dan kualitas
pangan yang tidak sehat karena banyak mengandung residu kimia sintetis.
Anak-anak
muda merupakan solusi yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pertanian
Indonesia. Selain untuk melakukan regenerasi petani muda, anak-anak muda
dipercaya memiliki banyak ide kreatif untuk menciptakan produk inovatif yang
bernilai jual tinggi. Saat ini waktunya untuk meningkatkan nilai produk
pertanian melalui optimalisasi value
chain yakni melakukan hilirisasi hasil panen pertanian, Kemandirian
saprodi pertanian misalkan pemberdayaan potensi alam dengan membuat bahan
pestisida dari bahan nabati / hayati, Pembuatan pupuk organik padat atau cair
dari limbah ternak dan limbah alam yang rata – rata belum dikelola
secara maksimal untuk menunjang proses pertanian, Kemandirian benih dan
bibit tanaman dengan cara memproduksi benih atau bibit tanaman sendiri ( daulat
benih ) serta mengelola hasil panen menjadi produk yang sehat dan menyehatkan
karena meminimalkan penggunaan bahan kimia sintetis yang sulit terurai di alam dan menjadi produk jadi yang siap konsumsi.
Sebagai
contoh produk kopi saat ini mulai meningkat setelah banyak kopi lokal yang
dijadikan komoditas ekspor bagi Starbucks di seluruh dunia. Contoh lainnya
Jengkol dan kelor yang merupakan produk asli Indonesia dengan aroma khasnya mampu
menyaingi harga daging sapi setelah diketahui mempunyai kandungan nutrisi yang
mampu menjadi antioksidan sebagai obat kanker. Produk Beras Hitam dan beras
merah sehat dan organik yang mengandung antosianin lebih tinggi dari beras putih dan dipercaya
mampu menangkal radikal bebas dan anti kanker serta sangat bagus untuk program
diet dan diabet.Artinya
jika potensi pangan Indonesia dimaksimalkan bukan tidak mungkin tingkat
kesejahteraan petani meningkat.
Masalah petani seperti permodalan dan akses pasar kini dapat diatasi dengan hadirnya teknologi berbasis internet. Untuk permodalan petani yang belum dikatakan bankable dapat mengakses pendanaan melalui peer to peer loan yang disediakan oleh startup berbasis fintech seperti Amartha, iGrow, hingga investree dll.
Masalah petani seperti permodalan dan akses pasar kini dapat diatasi dengan hadirnya teknologi berbasis internet. Untuk permodalan petani yang belum dikatakan bankable dapat mengakses pendanaan melalui peer to peer loan yang disediakan oleh startup berbasis fintech seperti Amartha, iGrow, hingga investree dll.
Pemanfaatan
media sosial misalkan membangun branding diri sebagai pelaku / produsen pangan sehat menyehatkan
melalui media Facebook, Blogger / Wordpress, Website, Video Youtube dan
Instagram bisa menjadi alternatif penghubung antara petani sebagai pihak
produsen produk pertanian sehat dengan konsumen untuk membangun sebuah relasi bisnis
dan memangkas alur distribusi dan makelar Pangan yang terlalu panjang dalam hal proses
memasarkan produk pertanian petani.
Media
sosial atau media teknologi informasi ini akan menjadi “selles otomatis” yang akan bekerja 24 jam untuk petani, biayanya
murah dan kita tidak perlu menggaji mahal. Media sosial yang kita manfaatkan
sebagai media promosi produk pertanian harus kita kondisikan sebagai wahana
perantara yang bisa membangun kepercayaan konsumen / Pihak pasar terhadap
diri dan aktifitas petani. Ketika konsumen mengakses media sosial kita , secara
otomatis harus bisa membangun kepercayaan bahwa kita layak dipercaya dan layak
untuk diajak bekerja sama dalam hal pengadaan dan transaksi kebutuhan pangan
sehat.
Adapun
untuk akses pasar untuk menghungkan petani dengan konsumen akhir ada beberapa
startup berbasis e-commerce seperti sikumis.com, limakilo.id, tanihub, inagri
serta paprici. Dari situ terlihat bahwa peluang anak muda untuk terlibat dalam
pertanian kini semakin dimudahkan karena adanya akses teknologi berbasis
internet.
Bertani
kini tidak perlu lagi sulit, yang paling penting bagaimana caranya untuk
memulai karena yang menjadi pertanyaan saat ini adalah bukan masalah kita bisa
tetapi apakah kita mau untuk meraih kedaulatan pangan. Mari tanamkan dalam benak
bahwa pertanian adalah masa depan anak-anak muda Indonesia karena petani
merupakan profesi yang tidak ada matinya selama manusia masih hidup dan
memerlukan pangan.
Oleh :
Heri Purwanto
Lamongan - Jawa Timur.