BTemplates.com

Kamis, 13 Desember 2018

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Inovasi Desa Melalui Budidaya Talas Satoimo.


Pemberdayaan masyarakat ialah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila masyarakat itu sendiri ikut pula berpartisipasi.
Heri Purwanto ( Baju Hijau ) sbg Nara Sumber Program Inovasi Desa : Talas Satoimo.
Perbaikan Kelembagaan “Better Institution”
Dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemintraan usaha.

Perbaikan Usaha “Better Business”
Perbaikan pendidikan “semangat belajar”, perbaikan aksesibisnislitas, kegiatan dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki bisnis yang dilakukan. 

Perbaikan Pendapatan “Better Income”
Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan, diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga dan masyarakat.

Perbaikan Lingkungan “Better Environment”
Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan “fisik dan sosial” karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas.

Perbaikan Kehidupan “Better Living”
Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang membaik, diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan masyarakat.

Perbaikan Masyarakat “Better Community”
Kehidupan yang lebih baik yang didukung oleh lingkungan “fisik dan sosial” yang lebih baik, diharapkan akan terwujud ke kehidupan masyarakat yang lebih baik pula.

Terdapat empat prinsip yang sering digunakan untuk suksesnya program pemberdayaan yaitu prinsip kesetaraan, pasrtisipasi, keswadayaan atau kemandirian dan berkelanjutan “Najiati dkk, 2005:54”, adapun penjelasan terhadap prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat tersebut ialah sebagai berikut:

PRINSIP KESETARAAN.
Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat ialah adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang melakukan program-program pemberdayaan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Dinamika yang dibangun ialah hubungan kesetaraan dengan mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu sama lain. Masing-masing saling mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi proses saling belajar.

PRINSIP PARTISIPASI
Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat ialah program yang sifatnya partisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat.

PRINSIP KESWADAYAAN DAN KEMANDIRIAN.
Prinsip keswadayaan ialah menghargai dan mengedepankan kemampuan masyarakat dari pada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan “the have not”, melainkan sebagai subjek yang memiliki kemampuan sedikit “the have little” 

Mereka memiliki kemampuan untuk menabung pengetahuan yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan serta memiliki norma-norma bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi. Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar bagi proses pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus dipandang sebagai penunjang sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingkat keswadayaannya. Sumber : www.dosenpendidikan.com.

PRINSIP BERKELANJUTAN
Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun pada awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus, karena masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri.

ALASAN KUAT UNTUK MENJADIKAN TALAS JEPANG SATOIMO SEBAGAI BAHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROGRAM INOVASI DESA DI LAMONGAN.
 
Salah satu jenis komoditi pangan non beras yang saat ini mulai “ngetren” dan digalakkan di berbagai daerah karena memiliki nilai dan prospek ekonomi yang cukup bagus adalah Talas Jepang Satoimo (Colocasia esculenta var antiquorum) atau yang dikenal sebagai Taro Potato. Bahan pangan yang satu ini sekarang sudah menjadi salah satu bahan pangan utama bagi sebagian besar penduduk Jepang sebagai pengganti beras dan kentang, karena mereka menganggap beras dan kentang terlalu banyak mengandung karbohidrat dan gula, sehingga banyak warga Jepang yang mengalihkan konsumsi mereka pada jenis talas ini.
Pemanfaatan Lahan dibawah Pohon Jati Untuk Satoimo Oleh Heri Purwanto.
Talas Jepang sebenarnya sudah masuk ke Indonesia sejak lama, yaitu pada masa pendudukan Jepang antara tahun 1942 – 1945. Keadaan rawan pangan yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia pada waktu itu, memaksa pemerintah pendudukan Jepang mendatangkan komoditi pangan asli negeri sakura itu ke negara kita, penduduk yang waktu itu masih terjajah kemudian dipaksa untuk menanam talas ini, bukan untuk memenuhi kebutuhan pangan bangsa yang dijajahnya, tapi untuk cadangan pangan bagi penduduk Jepang di negaranya, hanya talas dengan kualitas rendah saja yang kemudian bisa dikonsumsi oleh bangsa Indonesia.

Setelah masa kemerdekaan, talas jepang kemudian dilupakan orang, karena memang bukan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan prospek pasarnyapun waktu itu tidak jelas, begitu juga di negara asalnya, tanaman penghasil bahan pangan ini juga tidak menjadi prioritas dalam pengembangan pertanian mereka. Baru pada era delapan puluhan, pemerintah Jepang kembali menggalakkan penanaman komoditi ini setelah adanya berbagai penelitian yang membuktikan bahwa talas jepang tidak saja bisa menjadi bahan pangan alternatif yang mengandung protein dan kalori tinggi tapi memiliki kandungan karbohidrat dan gula yang rendah, sehingga aman dikonsumsi oleh penderita atau mereka yang berpotensi diabetes, disamping memiliki manfaat selain sekedar sebagai bahan pangan.
Talas Jepang Satoimo dengan Media Polibag dan Nutrisi Organik Satoimo.
Berbeda dengan jenis talas lainnya, talas jepang satoimo selain bisa diolah menjadi pangan olahan pengganti kentang dan terigu seperti tart, kue kering, pie atau makanan ringan, talas jenis ini bisa dikonsumsi langsung dalam keadaan mentah, rasanya yang mirip-mirip dengan salak pondoh membuat sebagian orang menyebutnya keladi salak. Kalau anda pernah mencicipi oleh-oleh dari Jepang berupa Taro Snack atau pie Genji Taro, itu merupakan contoh dari pangan olahan yang berbahan dasar talas jepang satoimo.

Disamping menjadi bahan pangan alternatif bahkan pangan utama warga Jepang, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa talas jepang memiliki kandungan Hyalitrotic Acid yang merupakan senyawa pembentuk Collagen, salah satu jenis protein yang diyakini bisa memperlambat proses penuaan kulit. Tepung talas jepang juga banyak dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan berbagai kosmetik, terutama kosmetik untuk perawatan kulit.
  
Awalnya, produksi talas yang dihasilkan oleh pertanian di Jepang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri mereka, tapi seiring dengan meningkatnya permintaaan dan semakin menyempitnya lahan pertanian di Negara itu, mereka mulai kekurangan pasokan talas jepang ini. Dari data Economic Review (2010), kebutuhan talas jepang di negeri sakura pada tahun 2010 mencapai 380.000 ton, sementara lahan pertanian meea hanya mampu menghasilkan sekitar 250.000 ton per tahun, masih ada kekurangan 130.000 ton. China adalah negara pertama yang kemudian melirik peluang ini, merekapun mulai mengembangkan komoditi ini pada tahun 2006 yang lalu, dan pada tahun ini mereka sudah berhasil mengekspor tidak kurang dari 60.000 talas ke Jepang. Namun demikian produk dari negeri tirai bambu itu belum juga mampu memenuhi permintaan pasar di Jepang.

Dari pengalamannya mendampingi petani membudidayakan talas jepang di Aceh Besar, setiap hektar mampu menghasilkan 30 sampai 35 ton talas jepang, sedangkan harga yang dipatok oleh eksportir sebesar Rp 4.000,- per kilogramnya, itu artinya setiap hektar lahan pengembangan kooditi ini mampu menghasilkan pemasukan bagi petani antara 120 sampai 140 juta rupiah, jika dikurangi dengan biaya produksi sekitar 55 juta per hektar, petani masih mendapatkan keuntungan 65 sampai 85 juta, sebuah prospek ekonomi yang sangat bagus ( www.kompasiana.com ).
Heri Purwanto ( Baju Hijau ) dengan Peserta Pelatihan Inovasi Desa / TPID.
Talas jepang memang berbeda dengan talas jenis lainnya, yang selama ini nyaris dipandang “sebelah mata” oleh petani karena harga pasarnya yang sangat rendah, tapi talas Satoimo adalah talas “dewa” yang harga pasarnya di Jepang bisa membuat kita tercengang. Tingginya permintaan pasar Jepang atas komoditi ini, mestinya jadi motivasi bagi para pihak untuk terus meningkatkan areal pertanaman dan produktivitas talas jepang. Sebuah peluang usaha tani yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang perlu untuk terus dikembangkan, kalo tidak, selain China, petani di  Vietnam dan Malaysia, juga sudah siap untuk merebut pangsa pasar tersebut.

Heri Purwanto - Telp / Wa. 085 330 85 4216
Lamongan - Jawa Timur
www,pemuliabenih.blogspot.com