Beberapa tahun terakhir
ini sedang hangat dibicarakan baik lewat forum diskusi atau forum petani yang lain terkait
perkembangan kegiatan pemuliaan tanaman dan konservasi atas kekayaan plasma
nutfah di nusantara. Salah satu persoalan penting yang dibahas oleh para petani
pemulia dan pemerhati benih adalah, isu perjanjian perdagangan bebas, khususnya soal
kemungkinan Indonesia akan diwajibkan meratifikasi konvensi UPOV 91.
Kegiatan Seleksi Tanaman Padi Karya Petani Kecil di Jawa Timur. |
Kewajiban mengikatkan diri pada konvensi UPOV ini merupakan
konsekuensi dari langkah pemerintah yang mengikatkan diri dalam Perjanjian
Indonesia - EFTA. Lewat perjanjian itu, para anggota, khususnya dari
negara-negara Asia, termasuk Indonesia, kemudian ditekan untuk mengadopsi
undang-undang perlindungan atas hak kekayaan intelektual terhadap benih
berdasarkan TRIPS (Trade Related Aspect of Intellectual Property).
Dalam mekanisme TRIPS inilah, kemudian, terdapat kewajiban harmonisasi
aturan perlindungan varietas tanaman yang mengacu pada konvensi UPOV 91. Dalam banyak forum diskusi dan silaturrohmi para petani pemulia dan penggiat benih lokal nusantara, mayoritas
membuat kesimpulan bersikap tegas
menolak rencana pemerintah mengikatkan diri dalam konvensi UPOV 91. Para petani
menilai, konvensi yang merupakan singkatan dari bahasa Perancis, Union pour la Protection des
Obtentions Vegetables atau perjanjian internasional untuk perlindungan
tanaman itu, merupakan bentuk pengebirian hak petani atas benih.
Menurut pendapat dan kesimpulan hasil diskusi para petani pemerhati dan pemulia benih : pemberlakuan konvensi UPOV 91 jika nantinya
Indonesia mengikatkan diri ini bakal sangat merugikan. Pasalnya, dari berbagai
diskusi yang pernah digelar, bisa disimpulkan, perjanjian ini justru dibuat
untuk menguntungkan para pemulia benih dari lembaga penelitian dan perusahaan
benih, terutama perusahaan multinasional yang beroperasi lintas negara, dan
sekaligus membatasi hak-hak petani atas benih.
Ada beberapa alasan mengapa UPOV 91 sangat merugikan bagi petani pemulia
benih. Pertama, konvensi ini
melarang atau membatasi penyimpanan, pertukaran dan penjualan benih. Kedua, komersialisasi benih
menguntungkan perusahaan multinasional dimana, perusahaan dan lembaga pembenih
dapat mengambil benih dari petani, mereproduksi, melakukan seleksi penyamaan
benih / homogenisasi, memprivatisasikannya dan mengklaim kepemilikan sebagai
varietas yang mereka miliki.
Anggota Komunitas Agro Mas Nusantara di lahan Galur lokal Petani . |
Ketiga, adanya klausul denda dan kriminalisasi terhadap petani, yang dianggap
meng-kopi benih yang sudah dipatenkan perusahaan multi nasional. Keempat, akan menyebabkan erosi
keaneka ragaman hayati. Kelima,
menyebabkan ketergantungan petani terhadap industri / perusahaan benih.
Wajar jika petani dalam diskusi tersebut menyusun sebuah harapan agar
kemerdekaan petani sebagai pemulia benih tidak terampas oleh perdagangan bebas.
Pertama, petani mengharapkan
lahirnya wadah organisasi bagi petani pemulia benih yang kuat. Wadah bagi
petani pemulia benih ini, merupakan wadah yang bergerak tidak hanya pada level
komunitas, tetapi harus lebih luas dan memiliki fungsi sebagai pengayom pemulia
dan pemerhati benih lokal nusantara.
Wadah ini juga harus memiliki fungsi menjembatani relasi dengan pihak
lain untuk meningkatkan posisi tawar petani pemulia benih. Kemudian, wadah
organisasi petani ini harus merupakan wadah yang dapat digunakan untuk
menitipkan aspirasi petani pemulia benih, sebagai forum pemersatu, dan wadah
yang dapat mewujudkan cita cita berdirinya koperasi bagi pemuliaan tanaman.
Wadah ini juga harus merupakan wadah yang dapat mendampingi teknis pelaporan,
pendaftaran, hingga pelepasan varietas tanaman.
Heri Purwanto di Lahan Penanaman Padi Hasil Seleksi Petani Kecil di Perbatasan Lamongan Tuban. |
Kedua, petani pemulia benih punya harapan agar dimuliakan oleh negara. Ketiga, adanya penerimaan masyarakat
terhadap varietas yang dihasilkan petani pemulia benih dan merasa puas atas benih
tersebut. Keempat, petani pemulia
benih mampu merdeka atas ketergantungan pada benih dari kios atau lebih besar
lagi perusahaan benih.
Kelima, pengetahuan petani pemulia benih harus disebarluaskan ke seluruh
Indonesia. Terakhir, harapan petani pemulia benih adalah terjadinya regenerasi
pemuda sebagai pemulia yang dimulai dengan porsi yang tepat.
Disadur dari sumber : https://villagerspost.com
/ 2019.